http://images.detik.com |
Jakarta -Orang-orang kaya di Singapura biasanya
memiliki bisnis properti atau bermain di pasar keuangan. Namun beda
dengan Kenny 'The Fish' Yap. Pria ini adalah bos dari sebuah peternakan
ikan raksasa di Negeri Singa.
Di Singapura, bisnis Yap tidak memiliki banyak pesaing. Dia mengembangkan bisnis ikan hias dengan ribuan varietas. Perusahaannya, Qian Hu Corporation, sudah mengekspor ke lebih dari 80 negara seperti Malaysia, Thailand Tiongkok, dan Indonesia.
Singapura memang negara kecil, tetapi merupakan pemain utama di pasar ikan hias dunia. Negara ini memenuhi 20% dari pasokan ikan hias dunia, dan Qian Hu punya porsi 5% dari itu.
"Saya punya target menjadikan pasar kami 10% dalam 5 tahun ke depan," tegas Yap seperti dikutip dari BBC, Minggu (21/9/2014).
Perjalanan bisnis Yap bukan tanpa rintangan. Ayah dan paman Yap merintis bisnis dari sebuah peternakan babi, tetapi harus ditutup pada 1980-an karena dinilai mencemari lingkungan.
Yap pun beralih ke bisnis ikan hias. Awalnya dia membudidayakan ikan guppy, yang sudah dikenal masyarakat karena berguna untuk memakan jentik nyamuk.
"Pada 1989, saat itu curah hujan sedang tinggi. Kami menggunakan teknologi sederhana untuk membudidayakan ikan guppy. Namun karena hujan sangat deras, kolam kami menguap dan ikan-ikan hanyut semua," kenang Yap.
Kejadian itu sempat membuat Yap patah semangat. Dia pun berkonsultasi kepada seorang ahli feng shui.
"Dia menyarankan kami mengganti nama perusahaan menjadi Qian Hu, yang artinya seribu sungai," ujarnya.
Setelah tragedi guppy tersebut, Yap dan saudaranya mencoba membudidayakan ikan hias jenis lain yaitu loach. Ikan tersebut didatangkan dari provinsi Sichuan, Tiongkok.
Namun lagi-lagi nasib sial menghampiri. Yap tidak tahu bahwa ikan loach sensitif terhadap suara bising. Ketidaktahuan ini menyebabkan 4.000 ikan yang sudah dibeli pun mati.
Yap memang hampir bangkrut, tetapi dia mendapatkan pelajaran berharga bahwa perlu pengetahuan yang cukup sebelum memulai suatu bisnis. Kini, ikan loach menjadi logo Qian Hu, sebagai pengingat pelajaran berharga itu.
Kemudian Yap membuat divisi penelitian dan pengembangan d perusahaannya. Dia ingin Qian Hu menjadi peternakan ikan generasi baru.
Berkat riset yang matang, bisnis Yap berkembang pesat. Meski luasnya tidak seperti yang ada di Indonesia, tetapi didesain untuk menampung ikan sebanyak mungkin. Akuarium dibuat susun 4.
Dari ancaman kebangkrutan, kini Qian Hu adalah perusahaan yang sangat menjanjikan. Pada kuartal II-2014, perusahaan ini membukukan pendapatan US$ 21,1 juta (Rp 211 miliar).
"Untuk bisnis yang tidak banyak pesaingnya, sepertinya kami bisa jadi nomor satu di dunia. Namun saya lebih suka jadi ikan besar yang berenang di kolam kecil. Karena kalau kami berenang di lautan, di sana ada hiu," katanya berfilsafat.
Di Singapura, bisnis Yap tidak memiliki banyak pesaing. Dia mengembangkan bisnis ikan hias dengan ribuan varietas. Perusahaannya, Qian Hu Corporation, sudah mengekspor ke lebih dari 80 negara seperti Malaysia, Thailand Tiongkok, dan Indonesia.
Singapura memang negara kecil, tetapi merupakan pemain utama di pasar ikan hias dunia. Negara ini memenuhi 20% dari pasokan ikan hias dunia, dan Qian Hu punya porsi 5% dari itu.
"Saya punya target menjadikan pasar kami 10% dalam 5 tahun ke depan," tegas Yap seperti dikutip dari BBC, Minggu (21/9/2014).
Perjalanan bisnis Yap bukan tanpa rintangan. Ayah dan paman Yap merintis bisnis dari sebuah peternakan babi, tetapi harus ditutup pada 1980-an karena dinilai mencemari lingkungan.
Yap pun beralih ke bisnis ikan hias. Awalnya dia membudidayakan ikan guppy, yang sudah dikenal masyarakat karena berguna untuk memakan jentik nyamuk.
"Pada 1989, saat itu curah hujan sedang tinggi. Kami menggunakan teknologi sederhana untuk membudidayakan ikan guppy. Namun karena hujan sangat deras, kolam kami menguap dan ikan-ikan hanyut semua," kenang Yap.
Kejadian itu sempat membuat Yap patah semangat. Dia pun berkonsultasi kepada seorang ahli feng shui.
"Dia menyarankan kami mengganti nama perusahaan menjadi Qian Hu, yang artinya seribu sungai," ujarnya.
Setelah tragedi guppy tersebut, Yap dan saudaranya mencoba membudidayakan ikan hias jenis lain yaitu loach. Ikan tersebut didatangkan dari provinsi Sichuan, Tiongkok.
Namun lagi-lagi nasib sial menghampiri. Yap tidak tahu bahwa ikan loach sensitif terhadap suara bising. Ketidaktahuan ini menyebabkan 4.000 ikan yang sudah dibeli pun mati.
Yap memang hampir bangkrut, tetapi dia mendapatkan pelajaran berharga bahwa perlu pengetahuan yang cukup sebelum memulai suatu bisnis. Kini, ikan loach menjadi logo Qian Hu, sebagai pengingat pelajaran berharga itu.
Kemudian Yap membuat divisi penelitian dan pengembangan d perusahaannya. Dia ingin Qian Hu menjadi peternakan ikan generasi baru.
Berkat riset yang matang, bisnis Yap berkembang pesat. Meski luasnya tidak seperti yang ada di Indonesia, tetapi didesain untuk menampung ikan sebanyak mungkin. Akuarium dibuat susun 4.
Dari ancaman kebangkrutan, kini Qian Hu adalah perusahaan yang sangat menjanjikan. Pada kuartal II-2014, perusahaan ini membukukan pendapatan US$ 21,1 juta (Rp 211 miliar).
"Untuk bisnis yang tidak banyak pesaingnya, sepertinya kami bisa jadi nomor satu di dunia. Namun saya lebih suka jadi ikan besar yang berenang di kolam kecil. Karena kalau kami berenang di lautan, di sana ada hiu," katanya berfilsafat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar